Cari Blog Ini

Minggu, 04 Desember 2011

HAKIKAT MATEMATIKA DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA


Disusun oleh:
Indah Septia Dewi N/10313244029
Pendidikan Matematika Internasional
Sebagai calon pendidik, kita tentu harus mengetahui hakikat matematika dan pembelajaran matematika. Kita harus mengetahui tujuan pembelajaran matematika dan kenapa matematika perlu diajarkan kepada siswa. Siswa juga perlu mengetahui tujuan dari belajar matematika seperti yang mereka lakukan selama ini. Dengan belajar, maka siswa akan mengetahui dimensi matematika.
Sebelum mempelajari lebih lanjut mengenai hakikat matematika dan hakikat siswa belajar matematika, kita harus mengetahui mengenai teori pengetahuan terlebih dulu. Salah satu teori pengetahuan yang banyak digunakan adalah teori yang dikemukakan oleh Immanuel Kant. Kant menjelaskan, untuk mendapatkan ilmu pengetauan yang tertinggi, siswa harus melewati beberapa tahap, yaitu representasi, persepsi, knowledge (ilmu pengetahuan), konsep, pure, dan judgment (pengambilan keputusan).
Representasi adalah konsep yang memiliki beberapa pengertian. Ia adalah proses sosial dari ‘representing’. Ia juga produk dari proses sosial ‘representing’. Representai merujuk pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang konkrit. Representasi dalam bidang pendidiakan menyebabkan siswa bisa menceritakan/mencitrakan kembali apa yang telah mereka dapat. Berdasarkan penelitian, antara bayi manusia dan bayi simpanse pada usia nol sampai usia tertentu dan diawali dengan terapi dan perlakuan yang sama tetap terlihat bahwa manusia bisa bicara dan simpanse tidak. Hal ini menandakan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk melakukan pencitraan kembali dari apa yang telah ditangkap olehnya melalui indra sementara simpanse tidak. Simpanse hanya bisa menangkap melalui indra tanpa mampu menceritakannya kembali.
Persepsi merupakan proses untuk menerjemahkan atau menginterpretasi stimulus yang masuk dalam alat indra. Setiap orang memiliki cara pandang masing-masing dalam menginterpretasikan sesuatu. Demikian pula dengan siswa, siswa memiliki pandangan masing-masing dalam melihat suatu masalah matematika. Hukum-hukum objek yang dipersepsi yaitu bisa mengenali dan menceritakan kembali. Contohnya di bidang matematika, siswa dapat membedakan ukuran, mana yang lebih besar atau lebih kecil.
Siswa akan optimal dalam berpikir kalau dia siap dan menyiapkan diri karena pikiran itu terkait dengan pikiran itu sendiri, hati, mood dan kondisi badan. Jika siswa sudah siap menghadapi pelajaran, maka proses belajar mengajar akan berjalan baik dan lancar, karena akan lebih mudah mendapatkan perhatian dari siswa. Sementara bila siswa belum siap, proses belajar mengajar akan menjadi bencana bagi siswa.
Kesiapan yang dilakukan oleh siswa tentu memerlukan kesadaran. Kesadaran merupakan kunci dalam membangun ilmu pengetahuan. Kesadaran juga memiliki dimensi, yaitu dimensi aktif dan dimensi pasif. Kesadaran diperlukan untuk memperoleh pengalaman. Tanpa kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan, siswa akan kesulitan memperoleh ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Dengan kesadaran dan pengalaman, siswa akan lebih mudah memahami ilmu pengetahuan.
Setelah melakukan persepsi dan dipadukan dengan pengalamannya, kemudian siswa akan membangun konsep di dalam pikirannya. Membangun konsep memerlukan pendampingan dari pendidik agar konsep yang tertanam dalam pikiran  siswa tidak salah.
Kematangan konsep sangat diperlukan bagi siswa untuk melakukan pengambilan keputusan (judgment). Saat siswa telah menguasai konsep dengan baik, maka siswa akan lebih mudah dalam menyelesaikan problem dalam matematika. Misalnya dalam menghadapi soal trigonometri. Siswa yang memahami konsep trigonometri dengan baik akan mengetahui metode apa yang paling baik untuk menyelesaikan soal trigonometri yang dihadapi dan lebih efisien dalam penggunaan waktu.
Agar siswa dapat memahami matematika dengan lebih mudah, guru bisa menggunakan pendekatan matematika dengan model gunung es (iceberg) atau gunung berapi (volcano) bila di Indonesia. Pertama siswa dikenalkan dengan benda-benda konkrit yang berkaitan dengan matematika. Misalnya lapangan bola berbentuk persegi panjang dan kotak pensil berbentuk balok. Dengan melihat benda-benda real, siswa akan lebih mudah untuk membuat skema di dalam pikirannya. Siswa akan melakukan kegiatan sensorik dan menyimpan hasilnya di dalam otak sebagai suatu pengetahuan baru. Setelah itu siswa dapat membuat model dari skema yang telah dipahaminya. Tanpa melihat bendanya sekalipun, siswa dapat menceritakan seperti apa benda tersebut karena ia telah memiliki bayangan atau imajinasi. Imajinasi yang dilakukan siswa akan membentuk pengetahuan. Skema iceberg dapat dilihat seperti dibawah ini: 
Hakikat belajar matematika sekolah menurut Ebbut dan Straker (1995) antara lain:
1.      Matematika merupakan kegiatan penelusuran pola dan hubungan
2.      Matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan
3.       Matematika adalah kegiatan problem solving
4.       Matematika merupakan alat berkomunikasi
Terdapat dua cara pandang matematika dalam melihat sesuatu, yang pertama adalah abstraksi dan yang kedua adalah idealisasi. Abstraksi yaitu hanya memperhatikan dan mempelajari hal-hal yang dianggap penting dan benar-benar ingin dipelajari. Sementara idealisasi adalah menganggap sempurna semua benda matematika. Contohnya sudut lancip, dalam kenyataanya, tidak ada sudut yang benar-benar lancip, namun secara matematika tetap dianggap sudut lanci sempurna.
Interaksi sosial antara guru dan siswa memiliki peran yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar tidak bisa hanya teacher center maupun students center tanpa adanya interaksi antara guru dan siswa.
Hakikat pembelajaran Matematika menurut Ernest(1991) dijelaskan dalam skema di bawah ini: 
Seberapa besar pengetahuan objektif dan subjektif siswa bisa dilihat melalui hasil ujian yang mereka dapat. Misalnya saja siswa A mendapatkan nilai 60, maka pengetahuan subjektif siswa tersebut sebesar 40% dan pengetahuan objektifnya sebesar 60%. Dari hasil ujian yang demikian, guru kemudian akan memberikan penjelasan mengenai jawaban yang benar dan siswa akan memperoleh pengetahuan baru. Untuk mendapatkan pengetahuan baru siswa perlu melalui proses representasi dan reformulasi. Interaksi antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa sangat berpengaruh dalam proses membangun pengetahuan objektif maupun pengetahuan subjektif. Interaksi dapat berupa diskusi atau sekedar tanya jawa biasa dalam proses belajar mengajar. 


Source:
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Marsigit. 2010. The Iceberg Approach of Learning Fractions in Junior High School: Teachers’ Simulations of Prior to Lesson Study Activities. Diakses dari http://staff.uny.ac.id/




this is the picture

Add caption

Minggu, 27 November 2011

To Uncover Multicultural Psychological Aspects/Phenomena of (Mathematics) Education

By: Indah Septia Dewi N/10313244029
International Mathematics Education 2010
Each country has different way to teach Mathematics to students. The method that be used are very diverse. The method of teaching is depends on the capabilities and readiness of students. Many experts do research to find the best method to teach students and to find the problem of study.
There are many conferences that be held to discuss about problem of mathematics teaching or development of teaching method and development of science. One of them is APEC-UBON Ratchatani International Symposium 2011 that be held in Thailand on 2-5 November 2011 with theme Innovation on Problem Solving - Based Mathematics Textbooks and E-Textbooks.There are many experts that presented their paper about mathematics education.
One of the invited speakers that presented his paper is Mr. Marsigit from Indonesia. He presented about teachers’ simulation on developing problem solving-based mathematics textbook in vocational senior high school mathematics teaching in Indonesia. Prof. Vivotsky from Russia present about how are the theorem of probability learning in junior high school. Prof. Udit from Thailand presented about modeling problem solving.
There is open class in one section on that conference and mathematics seminary. In the open class, students of first grade requested to calculating using models and looked by all audience of conferences. They divided into some group. The students in each group have to calculate how many dragonfly that contains in the paper. The first is makes the students feel comfort and enjoy. They can do anything on that class. Even the students enjoy with the process of study, but they more difficult to calculating the dragonfly.
Teaching aid like replica of dragonfly be expected to make students more understand about calculating because students get real experience to calculating something. They calculating real thing, not abstract and just on their mind. But in fact, students feel difficult to count it. After using dragonfly’s models, the teachers using cube to count the sum of dragonfly in the paper. Students take the cubes on the dragonfly’s models and calculating how many cubes that cover the dragonfly.
In the conference Profesot Shizumi Shimizu explained about principle of mathematics activities carried out as problem solving. They are a sequence starting with:
a.       Generating wonder and question; students is given inducement about problem of mathematics, they will curious and wonder about the problem. In the process to find the answer will arise some question about it.
b.      Formulating problems by formalizing them; students asked to the teachers.
c.     Understanding the problems.
d.      Planning.
e.       Implementing; this dealing with counting process.
f.       Reflecting on solution process; students are requested to forward in front of class and present the results.
That more important after students found the answer of the problems is end of a problem solving must be start for next challenge. Students will get motivation to do some problems that more difficult than before. They have completed the competencies required to solve the problem and will find the other problems that will complete the others competencies.
Professor Ishoda Masami as an invited speaker presented about three big problems in mathematics education. Those three big problems are:
a.       The challenge of integrating students’ perspective into teaching practices.
b.      The gap between theories /research and practice.
c    The lack of learning theories on teacher and education.
With the APEC-UBON Ratchatani International Symposium 2011 be expected that quality of mathematics education will be increase. All the problems about education that presented by invited speaker can be solved well. As candidates of mathematics teachers, we have to know about problems in mathematics education and find the way to solve the problems. So we can teach mathematics well and students can enjoy with mathematics.

I really apologize if there any mistakes in the writing of name and title.